Pasti Anda sudah tidak asing dengan ritual puasa mutih, walaupun mungkin belum pernah melakukan puasa mutih tersebut.
Bagaimanakah Hukum Puasa Mutih dalam Islam dan Hukum Puasa Mutih menurut Islam? Cara puasa mutih adalah berpuasa atau berpantang makan dan minum apa saja kecuali nasi putih dan air putih.
Biasanya puasa ini dikenal di lingkungan penganut kejawen dan praktisi supranatural dengan tujuan/kepentingan tertentu seperti mendapatkan Ilmu Gaib, keberhasilan hajat dan lain-lain. Dari segi spiritual metafisik, Manfaat puasa mutih mempunyai efek yang sangat baik dan besar terhadap tubuh dan fikiran
Hukum Puasa Mutih dalam Islam dan menurut Islam
Di dalam Islam tidak dikenal istilah puasa ‘mutih’ yaitu puasa dengan tidak makan lauk pauk atau makanan lainnya yang bergaram. Di dalam Islam tidak ada syariat yang demikian, karena memang Al-Quran maupun hadits Nabi SAW sama sekali tidak menyinggungnya.
Islam hanya mengenal satu cara puasa yaitu tidak makan atau minum apapun sejak shubuh hingga terbenam matahari. Dan waktunya adalah di bulan Ramadhan untuk puasa wajib, atau di hari-hari lain yang telah ditentukan, seperti tanggal 9 Zulhijah (hari Arafah), tiap hari Senin dan Kamis, tiap tanggal 13,14 dan 15 tiap bulan (ayyamul Biidh), berselang-seling sehari puasa dan sehari tidak (puasa Daud), tanggal 10 Muharram (hari Asyura) dan puasa-puasa sunnah lainnya.
Sedangkan praktek puasa ‘mutih’ itu sama sekali berbeda dengan cara puasa syariat Islam. Bukankah dalam puasa ‘mutih’ itu seseorang masih boleh makan nasi, minum air putih dan lainnya? Sedangkan dalam ketentuan syariat puasa, makan dan minum apapun sudah pasti membatalkan puasa.
Jadi sebenarnya istilah yang tepat untuk Puasa mutih ini sebagai bentuk adat yang dikenal di lingkungan penganut kejawen dan praktisi supranatural dengan tujuan/kepentingan tertentu seperti mendapatkan Ilmu Gaib, keberhasilan hajat dan lain-lain.